Bulan: November 2013
Pengembangan Potensi Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Berbasis Inkubator Industri
Perguruan tinggi diharapkan bukan hanya menghasilkan lulusan yang memiliki kompetesi tetapi juga jiwa kewirausahaan. Pada kenyataannya bahwa hanya sebagian kecil lulusan perguruan tinggi yang memiliki jiwa kewirausahaan tersebut. Disisi lain, tingkat pertumbuhan ekonomi berdampak pada tingkat pertumbuhan lapangan pekerjaan, tetapi pertumbuhan tersebut tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja. Dalam kondisi seperti ini, lulusan perguruan tinggi dituntut untuk tidak hanya mampu berperan sebagai pencari kerja tetapi juga harus mampu berperan sebagai pencipta kerja, keduanya memerlukan jiwa kewirausahaan. Oleh karena itu, berbagai inovasi pembelajaran di perlukan untuk dapat menghasilkan lulusan yang memiliki jiwa kewirausahaan.
Pada saat ini sebagian kecil lulusan PT yang telah memiliki jiwa kewirausahaan adalah mereka yang berasal dari keluarga pengusaha atau pedagang. Pada kenyataannya kewirausahaan adalah merupakan jiwa yang bisa dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan umumnya memiliki potensi menjadi pengusaha tetapi bukan jaminan menjadi pengusaha, dan pengusaha umumnya memiliki jiwa kewirausahaan. Jiwa kewirausahaan seseorang tercermin pada berbagai hal misalnya kemampuan kepemimpinan, kemandirian (termasuk di dalamnya adalah kegigihan), kerja sama dalam tim, kreatifitas, dan inovasi. Salah satu kemungkinan penyebab lemahnya jiwa kewirausahaan lulusan perguruan tinggi ini ditengarai oleh proses pembelajaran di perguruan tinggi yang masih terbatas pada teori semata dan belum secara terkondisi membangun jiwa kewirausahaan tersebut dalam kegiatan nyata industri dan dunia kerja. Penyebab lainnya adalah perkuliahan masih bertumpu pada cara pembelajaran Teacher Center yaitu dosen sebagai pusat kegiatan pembelajaran. Cara pembelajaran ini terbukti menghasilkan lulusan yang tingkat kemandiriannya rendah.
Industrial Incubator Based Learning (IIBL)
Proses pembelajaran berbasis inkubator industri (Industrial Incubator Based Learning=IIBL) menawarkan sebuah model pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi jiwa kewirausahaan mahasiswa. IIBL dirancang sebagai usaha untuk mensinergikan teori (30%) dan praktek (70%) dari berbagai kompetensi bidang ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan (tabel 1). Inkubator industri dan dunia kerja dijadikan sebagai pusat kegiatan pembelajaran dengan suasana atmosfir bisnis yang kondusif yang didukung dengan fasilitas laboratorium yang ada di PT. Mahasiswa dilibatkan secara langsung mulai dari proses perencanaan awal sampai prototype produk dan pembuatan business plan. Dosen berperan sebagai pembimbing selama proses pembelajaran IIBL berlangsung, sedangkan mahasiswa berperan sebagai obyek yang akan bangkitkan jiwa kewirausahaannya.
Tabel 1. Kegiatan, Tutor dan Partisipan
Kegiatan | Persentase | Tutor | Partisipan |
Perkuliahan, motivasi dan sharing pengalaman | 30% | Dosen – Praktisi | Mahasiswa |
Praktek di Inkubator Industri (Prototyping dan Business Plan) | 70% | Dosen – Praktisi | Mahasiswa |
Kompetisi prototype, Bussines Plan dan Feedback | Dosen | Mahasiswa |
Proses pembelajaran ini mencoba membangkitkan jiwa kewirausahaan mahasiswa yang diekspresikan dalam 5 aspek yaitu Kepemimpinan, Kemandirian, Kerja sama dalam tim, Kreativitas dan Inovasi. Model program pembelajaran berbasis inkubator industri atau Industrial Incubator Based Learning (IIBL) ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Model Pembelajaran IIBL
Tahapan Implementasi IIBL
Langkah-langkah implementasi IIBL ini adalah sebagai berikut:
- Langkah ke-1: Membagi peserta kuliah ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 mahasiswa. Setiap kelompok memilih salah satu anggota menjadi ketua kelompok (Team Leader).
- Langkah ke-2: Dosen memberikan perkuliahan tentang kewirausahaan.
- Langkah ke-3: Dosen tamu dan praktisi industri berbagi pengalaman bagaimana membangun usaha dan memberikan motivasi kepada mahasiswa.
- Langkah ke-4: mahasiswa diajak berkunjung ke laboratorium sendiri (banyaknya sesuai kebutuhan) dan ke industri lokal /dunia kerja yang dipilih bersama mahasiswa.
- Langkah ke-5: Mahasiswa mulai masuk inkubator. Di inkubator ini, setiap kelompok mahasiswa dengan didampingi dosen mulai membuat prototype produk atau usaha yang dipilih berdasarkan kebutuhan pasar dan menyusun Bussines Plan.
- Langkah ke-6: Kompetisi prototype dan Bussines Plan di jurusan dan antar jurusan.
- Langkah ke-7: Pihak PT memberikan bantuan pemodalan untuk implementsi usaha, atau menawarkan prototype atau Bussines Plan pemilik modal.
Daftar Pustaka
- Karl T. Ulrich, Steven D. Eppinger., Product Design and Development., Edisi Kedua, McGraw-Hill, 2000
- Sasmoko, Evaluasi Proses Pembelajaran Sebagai Kontrol Kualitas di Lembaga Pendidikan yang Otonom, Makalah Penelitian, 2001
- Tontowi, Aliq, Sriasih, Subagyo, Ramdhani, dan Aswandi., Pembelajaran Berbasis Inkubator Industri (Industrial Incubator Based Learning/IIBL) sebagai Model Pembelajaran untuk Mengembangkan Potensi Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Klaster Teknologi Industri, Makalah Penelitian Universitas Gajah Mada, 2004
- Umar Husien., Studi Kelayakan Bisnis (Manajemen, Metode, dan Kasus), Gramedia Pustaka Utama, 1999
- Zainuddin M., Mengajar di Perguruan Tinggi, Buku ke-empat, Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan Dan Pengembangan Aktifitas Instruksional Dirjen DIKTI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997
Peningkatan Pengelolaan Perguruan Tinggi Swasta
Peningkatan pengelolaan perguruan tinggi memegang peranan terpenting untuk dapat menjamin keberlangsungan dan eksisten sebuah PTS, adalah salah satu jalan untuk dapat menjadi PTS yang baik dan diperhitungkan di Indonesia. Oleh karena itu PTS harus menggunakan segala energi dan sumber daya yang ada untuk selalu berusaha melakukan peningkatan pengelolaan organisasinya.
Pada dasarnya pengelolaan PT adalah proses bagaimana meningkatkan produktivitas dan efisiensi pada proses, konten dan sumber daya yang ada. Variabel-variabel keputusan dalam pengelolaan PT sebaiknya diturunkan menjadi variabel yang lebih terukur, sehingga akan menjadi lebih mudah dalam proses perbaikan dan mengukur tingkat keberhasilan yang dicapai.
Salah satu teknik untuk menganalisa dan mencari variabel keputusan dan akar permasalahan serta penyebab utamanya adalah dengan fish bone dan diagram pareto, atau dapat menggunakan model L-RAISE (Leadership, Relevance, Academic Atmosphere, Internal management, Sustainability, Efficiency and Productivity) . Gambar di bawah adalah contoh bagaimana menggunakan fish bone sebagai alat dalam mencari variabel keputusan dan akar permasalahan serta penyebab utamanya.
Gambar 1. Variabel-variabel peningkatan pengelolaan PT
Berdasarkan gambar diatas variabel-variabel keputusan dapat diturunkan dan kemudian dicari akar persamalahan serta penyebab utamanya dari sistem yang sedang berjalan.
Ada dimana kita? (Posisi Jurusan dan Perguruan Tinggi)
25 November 2013
Manajemen Perguruan Tinggi
No Comments
rzabdulaziz
Gambar 1. Posisi Jurusan X
Mengetahui posisi Perguruan Tinggi yang kita kelola merupakan bagian penting dalam menentukan langkah-langkah strategis yang akan diimplementasikan. Analisis SWOT yang terdiri dari analisis internal (kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses)) dan analisis eksternal (peluang (opportunities), dan ancaman (threats)), merupakan tools yang dapat digunakan untuk menganalisis posisi PT kita.
Dalam setiap hibah DIkti atau borang Akreditasi kita selalu diminta untuk melakukan evaluasi diri (self-evaluation) dan diminta untuk melakukan analisis SWOT setiap komponen PT, yang menjadi pertanyaan adalah:
Penentuan strategis pengembangan dalam rencana strategis (renstra) PT adalah tahapan-tahapan yang akan diimplementasi dalam mencapai aim and vision dari lembaga. Jika SE tidak dilakukan dengan serius sehingga hasilnya menjadi tidak valid, menggapai tujuan dan visi tersebut hanya akan menjadi khayalan.
Di dalam buku panduan penyusunan borang Akreditasi, SE terdiri dari tujuh standar, yaitu:
Dengan mengisi borang standar-standar tersebut (untuk keperluan renstra. borang diisi dengan valid, karena kadang-kadang untuk akreditasi SE di make up), posisi PT atau jurusan akan didapat dan diketahui. Dari pengalaman para penyusun rentra PT, SE untuk hibah lebih baik dari pada untuk Akreditasi. SE yang valid akan memudahkan para pengambil keputusan di Perguruan Tinggi dalam pengambilan keputusan dan terhidar dari kesalahan-kesalahan. Berdasarkan standar-standar SE kita dapat menanyakan kepada para stakeholder (internal dan eksternal), value yang dirasakan oleh mereka terhadap pelayanan yang telah diberikan. Langkah-langkah menentukan posisi dapat dilakukan dengan identifikasi atribut-atribut yang ada pada stakeholder dengan standar SE. Pertama-tama kita dapat bertanya kepada stakeholder:
Kita dapat menuliskan daftar jawaban dari semua value dan atribut yang bisa diberikan pada para stakeholder. Gambar 1 adalah contoh posisi jurusan X di lihat dari dimensi Mutu Akademik dan Content dengan Mutu Layanan dan Operasi, berdasarkan contoh terserbut kita dapat dengan mudah mengatahui posisi jurusan atau bahkan PT kita.
positioning jurusanpositioning Perguruan Tinggi